Minggu, 21 Oktober 2012

Mengenal Gunung Api Gamalama


Seperti yang kita tahu bahwa di Provinsi Maluku Utara memiliki potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa, diantaranya yaitu Gunung Api, terdapat 6 Gunung Api giat di Maluku Utara, 4 gunung tipe A dan 2 gunung tipe B. Gunung tipe A yaitu Dukono, Gamkonora, Gamalama dan Kie besi sedangkan tipe B yaitu Malupang Warirang dan Tokodo sementara G. Ibu tidak termasuk karena tidak ada rekapan datanya  (Direktorat Vulkanologi, 1979).

Lebih jauh saya akan coba mengurai lebih detail mengenai Gunung Gamalama.

Bentuk dan Struktur
Menurut Neuman van Padang (1951) Gunung Gamalama menempati seluruh pulau yang luasnya lebih kurang 48 Km2 dan hampir berbentuk lingkaran dengan jari-jari 5,8 Km. Memiliki beberapa kawah yaitu kawah Arafat, kawah madiena, K1, K2, K3 dan K4 (kawah yang belum diberi nama, red) dan memiliki 3 danau yang juga merupakan kawah (crater) yaitu danau Laguna, Tolire besar dan Tolire kecil. Gunung Gamalama memiliki tipe gunungapi Strato dengan tinggi di atas permukaan laut 1715 m dan tinggi dari dasar laut 2700 m.
Menurut Petroeschevsky (1947) titik tengah G. Gamalama berada pada 4,5 Km dari pantai barat, dan 6 Km dari pantai timur, utara dan selatan. Puncak Arafat terletak di 1 Km sebelah barat dari tengah pulau.
  Gambar kawah aktif Gunung Gamalama

Rekonstruksi sejarah letusan
Pada saat terjadi letusan pertama yang paling dahsyat (tidak ditemukan tahun pastinya), kerucut gunungapi yang lebih tinggi menyisakan punggung G. Kekau atau Bukit Melayu yang merupakan bagian pinggir dari kawah yang tertua. Setelah itu terbentuk sebuah puncak kerucut yang tidak begitu tinggi. Punggung Madiena merupakan sisanya. Kemudian membentuk kerucut yang sekarang aktif yaitu G. Arafat. kerucut yang terdiri dari bahan piroklastik ini terbentuk tidak setinggi yang dahulu. Kawah Arafat ini terletak lebih ke utara dari titik tengah G. Gamalama. Pinggir kawah Arafat yang terendah berada di sebelah timur laut. Ini lah yang menyebabkan pada saat terjadi letusan leleran lava mnegalir ke arah timur laut pulau. 
Dari bukti kemiringan lereng yang lebih terjal di sebelah selatan hingga barat Ternate, mengindikasikan bahwa di zaman sebelum sejarah kawah gunung api terletak disebelah selatan dan barat laut.
Untuk pertama kalinya dalam periode pencatatan, Gunung Galama meletus pada tahun 1538 dengan letusan explosive dari saat itu hingga kini G. Gamalama sangat giat meletus.

Cara mencapai puncak    
Cara mencapai puncak Gunung Gamalama dapat melewati berbagai macam jalur, dapat juga melalui Marikrubu kemudian ke Air tege-tege dimana pendakian melalui sini sangat berat karena terus menanjak, kemudian akan ditemui Air Abdasi pada ketinggian lebih kurang 1400 mdpl. Disini terdapat jejak aliran lava lama dimana lekukannya terisi air hujan. Kemudian mencapai punggung gunung yang sempit yaitu gunung Melayu yang memiliki kemiringan lereng lebih kurang 60 derajat. Dari sini terlihat jelas punggung bukit lainnya yaitu Bukit Keramat atau G. Madiena dan sedikit punggung Arafat.
Jalannya sudah mulai agak mendatar, vegetasinya ditumbuhi semak belukar yang tebal. kemudian dengan mandaki sedikit ditemuilah bukit keramat yaitu sisa kawah lama yang melalui bahan piroklastik dan tampak bongkahan lava.
 Gambar Batu Angus

Pembahasan selanjutnya mengenai hubungan karakteristik G. Gamalama dengan bentuklahan (landform) Pulau Ternate, Kaitan G. Gamalama dengan kebencanaan, dan Dinamika Erupsi G. Gamalama. Dan lebih banyak lagi yang dapat dibahas mengenai Gunung Gamalam.

Sumber: Direktorat Vulkanologi, 1979

Jumat, 19 Oktober 2012

Bentuklahan (landform) Pulau Ternate

Tahukah bahwa mengapa di Pulau Ternate wilayah pemukiman banyak di sebelah timur pulau berhadapan dengan pulau besar Halmahera???? Hal ini terkait dengan keamanan dan kenyamanan dalam melakukan aktiftas keseharian kita di pulau Ternate dari awal berkembangnya Ternate.

Bagi pembaca yang belum mengetahui Pulau Ternate berikut sekilas mengenai Ternate. Pulau Ternate merupakan pulau gunung berapi yang diberi nama Gunung Gamalam. Terletak diantara pulau Halmahera di sebelah timur, pulau Sulawesi di sebelah barat, di sebelah utaranya terdapat lautan pasifik dan sebelah tenggara pulau Tidore. Secara administrastif Pulau Ternate menjadi ibukota Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Di pulau Ternate terdapat 4 kecamatan yaitu kecamatan Ternate Tengah, Ternate Selatan, Ternate Utara dan kecamatan Pulau Ternate. Memiliki keliling lebih kurang 48 Km2 sehingga jika menggunakan motor mengelilingi pulau hanya menempuh waktu selama lebih kurang 1 jam.

Pembaca dapat membayangkan bagaimana kecilnya Pulau Ternate ini, biar kecil namun penduduknya paling padat di Provinsi Maluku Utara sekitar 688, 05 jiwa/Km2 dan sekitar 80% nya melakukan aktifitas pada bagian timur pulau. Jika boleh berkhayal, pulau ini berupa perahu maka perahu ini sudah miring ke sebelah timur bahkan barangkali sudah tenggelam karena berat sebelah. Kenapa dari masa perkembangan pemukiman di pulau Ternate banyak menempati wilayah timur?? kondisi wilayah inilah yang menjadi jawabannya. hal ini dapat dilihat dari bentuklahan (landform) pulau Ternate. Baiklah berikut saya akan memaparkan bentuklahan pulau Ternate.
Hillshade Pulau Ternate

Dalam mengidentifikasikan landform pulau Ternate menggunakan data digital elevation model (DEM) dari SRTM 90 m kemudian di buat Hillshide agar terlihat bentuk lekukan bukit dan lembah lalu diinterpretasikan batasan-batasan unit landform berdasarkan geomorfologi, geokronologi, geogenesis dan lithologi. Dari hasil analisis dan interpretasi tersebut maka pulau Ternate memiliki 12 tipe landform yang mencirikan landform vulkanik.  Selain itu, landform juga menggambarkan kondisi kemiringan lereng.

Landform Pulau Ternate. Sumber: Ikqra (2012)

Bagaimanakah hubungan landform dengan kemiringan lereng??? berikut saya sajikan tabelnya;

Kemiringan lereng (%)
Landform
0 – 8
Tersebar pada landform gisik pantai, dataran pantai anthropgenik dan lereng kaki vulkanik.
8 – 15
Umumnya berada pada landform lereng kaki vulkanik dan lereng bawah kerucut vulkanik.
15 – 30
Tersebar pada landform lereng kaki fluvio vulkanik, lereng bawah kerucut vulkanik dan sedikit pada lereng atas kerucut vulkanik.
30 – 45
Pada umumnya tersebar pada lereng bawah vulkanik, lereng tengah kerucut vulkanik dan sedikit pada lereng atas kerucut vulkanik.
>45
Mendominasi landform lereng bawah kerucut vulkanik, lereng tengah kerucut vulkanik, lereng atas kerucut vulkanik dan lereng puncak vulkanik terutama pada sebelah barat dari crater.
Sumber: Ikqra (2012)

Dari hal tersebut tentulah kita dapat melihat kenapa banyak pemukiman pada wilayah di bagian timur Pulau Ternate. Demikianlah uraian ini semoga kita dapat menyadari bagaimana jika perluasan pemukiman terus bertambah?? sudah dapat dipastikan akan merubah landform, kemudian pertanyaan selanjutnya beresikokah jika merubah landform??? apalagi jika tidak dikelola dengan baik dan ramah lingkungan, sudah pasti akan menimbulkan korban jika terjadi fenomena alam yang normal sekalipun. Wassalam.

  

Kamis, 18 Oktober 2012

EROSI DAN DAMPAKNYA SEBAGAI BENTUK KERUSAKAN LAHAN PERTANIAN


PENDAHULUAN
I.       Latar belakang
Menurut UU no. 41/2009 lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.  Sementara lahan pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. 
Usaha dalam bidang pertanian digenjot sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan pakaian sehingga dengan bertambahnya jumlah penduduk maka sistem pertanian lebih diintensifkan dan diperluas bahkan sampai pada tanah-tanah yang kurang produktif, lereng-lereng curam dan peka terhadap erosi. Karena lahan digunakan untuk suatu usaha menuju kesejahteraan manusia, maka lahan tersebut dapat mengalami kerusakan.
            Kerusakan lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisk dan atau hayatinya yang mengakibatkan lahan tidak lagi dapat berfungsi secara optimal dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (PERMEN RI No.4/2001). Dari pengertian diatas bahwa kerusakan lahan merupakan lahan yang tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga dapat menyebabkan lahan kritis yang dapat disebabkan oleh faktor perusak lahan.
Banyak faktor yang dapat merusak lahan, menurut UU No. 41/2009 penyebab kerusakan lahan ialah makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri yang mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian. Secara garis besar, penyebab kerusakan lahan disebabkan oleh 2 hal yaitu; 1) Natural hazards, dimana secara instrinsik lahan mempunyai potensi untuk mengalami kerusakan; 2) Manusia, dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak tepat (Baskoro dkk, 2010).  Salah satu bentuk kerusak lahan pertanian yang disebabkan oleh faktor diatas yaitu erosi. Erosi adalah proses berpindahnya/terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain (Sinukaban, 1989).  
Menurut Arsyad (1989) kerusakan yang ditimbulkan karena erosi terjadi di dua tempat yaitu 1) pada tanah tempat erosi terjadi; 2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan.
Oleh karena dampak erosi dapat sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah maka erosi ini harus dapat dicegah yang bertujuan untuk mengontrol laju erosi supaya berada dalam batas yang dapat ditoleransikan dan melestarikan produktifitas lahan.


II.      Perumusan masalah
Karya tulis ini memfokuskan tulisan pada proses bagaimana terjadinya erosi sehingga menyebabkan kerusakan lahan, dampak erosi dan upaya-upaya dalam pencegahan erosi.


TINJAUAN PUSTAKA

I.       Kerusakan lahan
            Menurut FAO (1977), lahan ialah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal seperti biosfer, atmosfer, tanah, geologi, relief, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang boleh dibilang bersifat mantap atau dapat dikirakan bersifat mendaur sejauh hal-hal tersebut berpengaruh signifikan atas penggunaan lahan pada masa kini dan mendatang.
            Selain itu, lahan juga merupakan suatu wilayah yang berfungsi suatu lingkungan untuk kepentingan manusia dimana lahan bersifat geografik karena lahan dipandang selaku perpaduan berbagai bentuk daratan yang membentuk mosaik bentang lahan (Notohadinegoro, 1986).
            Kerusakan lahan merujuk kepada penurunan kapasitas lahan bagi produksi atau penurunan potensi bagi pengelolaan lingkungan (Pieri, dkk,. 1995).
            Menurut Pieri, dkk,. (1995), kerusakan lahan dapat berupa 1) erosi air; 2) erosi angin; 3) penurunan kesuburan tanah; 4) kehilangan bio-aktifitas tanah; 5) penggaraman; 6) water logging; 7) penurunan muka air tanah; 8) pencemaran tanah; 9) deforestation; 10) perusakan hutan; 11) pengrusakan padang penggembalaan; 12) desertification.
            Kerusakan lahan juga dapat terjadi karena peristiwa alam (gempa, longsoran, perubahan iklim), perbuatan manusia atau penggabungan peristiwa alam dengan perbuatan manusia (Notohadinegoro, 1986).


II.      Erosi
            Pada dasarnya terdapat dua jenis erosi yaitu erosi normal (geologi) dan erosi yang dipercepat.  Erosi geologi /erosi alami  yang merupakan proses pengangkutan tanah yang terjadi dibawah vegetasi alam.  Biasanya ini terjadi pada keadaan lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang teal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal.  Proses geologi meliputi terjadinya pembentukan tanah dipermukaan bumi secara alami.  Dalam hal ini erosi yang terjadi tidak melebihi laju pembentukan tanah.  Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang menjadi perhatian konservasi tanah (Arsyad, 2000).
            Menurut Syakur (2008) faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibiltas tanah, karakteristik lanscape dan iklim. 1) Erodibiltas tanah adalah kepekaan/ketahanan tanah terhadap erosi, dimana erodibilitas ini tergantung pada sifat fisik dan kimia tanah seperti kadar bahan organik, tekstur, struktur, permebilitas, jenis mineral liat dan kandungan kation. Namun erodibiltas dapat diperbaiki dengan meningkatkan agregat tanah, kemiringan dan panjang lereng, serta faktor vegetasi dan pengelolaan lahan guna mengurangi jumlah aliran permukaan, laju serta jumlah erosi. 2) Karakteristik lanscape juga dapat mempengaruhi erosi, terutama topografi dimana kemiringan dan panjang lereng yang paling berpengaruh selain itu konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. 3)  Hujan merupakan faktor iklim yang paling berpengaruh dalam erosi terutama didaerah dengan ikim basah.  Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan mennetukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi (Arsyad, 1989; Sinukaban, 1989).
            Erosi merupakan proses yang kompleks yang ditentukan oleh jumlah, intensitas dan lamanya hujan, jumlah dan kecepatan aliran permukaan penutup tanah, lereng permukaan dan kondisi pengolahan tanah.  Ellison (1947) dalam Sinukaban (1989) mendeskripsikan secara umum mekanisme erosi sebagai proses pemecahan dan pengangkutan bahan-bahan tanah dan memecahkan bongkahan atau agregat tanah. Selanjutnya dirincikan proses erosi terdiri dari 4 fase yaitu;
  1. Pemecahan
  2. Pengangkatan (entrainment)
  3. Pengangkutan (transportation)
  4. pengendapan (deposition)
   PEMECAHAN MASALAH

I.       Proses terjadinya erosi
            Air merupakan penyebab utama erosi tanah pada daerah beriklim tropik basah. Proses erosi air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu 1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang dan pemindahan butir-butir tanah oleh percikan hujan; 2) penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah (Arsyad, 1989).
            Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir diatas permukaan tanah.  Banyaknya air yang mengalir diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air.  Kekuatan pengrusakan air terhadap tanah akan semakin besar jika makin curam dan makin panjang lerang permukaan tanah.
            Ellison (1947) dalam Sinukaban (1989) mendiskripsikan mekanisme erosi sebagai proses pemecahan dan pengangkutan bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi, dimana terdapat empat fase yaitu;
1)    Pemecahan
Partikel tanah dapat dipecah dari matriks tanah oleh pukulan jatuh butir hujan atau oleh kekuatan menggerus aliran permukaan.  Pada permukaan tanah yang tidak dilindungi, pukulan jatuh butir hujan adalah penyebab utama dalam pemecahan/pelepasan tanah.
2)    Pengangkatan
Partikel tanah yang sudah terlepas dan terangkat dapat diangkut oleh air yang sedang bergerak.  Dalam erosi percikan partikel tanah yang telah lepas dipercikan keudara dan jatuh kembali kepermukaan tanah ditempat lain
3)    Pengangkutan
Kapasitas mengangkut meningkat karena terkonsentrasi aliran dan adanya turbulensi yang memiliki energi mengangkut dan menggerus.  Dengan meningkatnya kapasitas mengangkut maka laju erosi pun meningkat bila partikel tanah berukuran dapat diangkut cukup tersedia.
4)    Pengendapan
Pengendapan partikel tanah yang terangkat dapat terjadi pada setiap titik sepanjang lintasan aliran permukaan.  Deposisi (pengendapan) dapat terjadi apabila kapasitas mengakut aliran permukaan berkurang sampai titik dimana aliran tidak mampu lagi mengangkut seluruh sedimen yang terbawa. 

II.      Dampak erosi pada tempat erosi terjadi
            Menurut Arsyad (1989) kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik serta memburuknya sifat-sifat fisik yang tercermin antara lain pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Selain itu dampak erosi pada tempat erosi terjadi sebagai berikut:
1.  Kehilangan lapisan atas tanah.
Lapisan atas tanah (Top soil) yang relatif kaya unsur hara dan bahan organik dan memiliki sifat fisik yang baik bagi tempat akar tanaman berjangkar dapat rusak.  Banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi tergantung dari besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam tanah yang tererosi.  Banyaknya unsur hara yang tererosi dapat dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara tanah semula dengan besarnya tanah tererosi.
2.    Meningkatnya penggunaan energi untuk produksi
3.    Kemerosotan produktifitas tanah.
Kemerosotan produktifitas tanah dapat menyebabkan tanah tidak dapat digunakan untuk produksi tanaman.  Hal ini tergantung pada jenis tanaman dan perubahan sifat tanah berdasarkan kedalaman tanah.  Shah (1982) mengelompokan hubungan antara produktifitas tanah dengan tingkat erosi sebagai berikut;
a)        Kelompok I; yaitu tanah yang kurang peka terhadap penurunan produktifitas.  Artinya penurunan kualitas sifat fisik dan kimia tanah berdasarkan kedalaman terjadi secara gradual atau tidak secara drastis.
b)        Kelompok II; yaitu tanah yang peka dalam penurunan produktifitas.  Artinya penurunan kualitas sifat fisik dan kimia berdasarkan kedalaman terjadi secara agak cepat atau agak drastis.
c)        Kelompok III; yaitu tanah yang sangat peka terhadap penurunan produktifitas. Artinya penurunan kualitas sifat fisik dan kimia berdasarkan kedalaman tanah terjadi dengan cepat ata drastis.
4.    Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya.
5.    Pemiskinan petani penggarap dan/atau pemilik tanah
Hal ini berkaitan erat dengan ancaman erosi terhadap sistem usaha tani.  Dimana sistem usaha tani dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria seperti diantaranya intensitas penggunaan tanah.

III.    Dampak langsung diluar tempat kejadian erosi
1.  Pelumpuran atau sedimentasi
Pelumpuran atau sedimentasi dapat menyebabkan pendangkalan pada waduk, sungai, saluran irigasi, muara sungai, pelabuhan dan badan air lainnya. Dengan meningkatnya jumlah aliran permukaan dan mendangkalnya sungai akan mengakibatkan banjir.  Selain itu, eutrofikasi yaitu proses pengayaan badan air dengan unsur hara yang cepat diikuti oleh pertumbuhan mikroba dan tumbuhan air.
2.    Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan rumah atau bangunan lainnya.
3.    Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air.
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah menyebabkan berkurangnya pengisian kembali air bawah tanah (ground water). Sehingga dapat menghilangkan mata air.  Selain itu, eutrifikasi yang dapat menumbuhkan mikroba dapat memperburuk kualitas air sehingga dapat meningkatkan kejadian penyakit yang berkaitan dengan air (tipus, kolera, malaria dan disentri).
4.  Kerusakan ekosistem perairan
Dengan eutrofikasi, dapat juga menyebabkan menurunnya oksigen yang larut dalam air, ikan yang tercemar dan mati, perusakan terumbu karang dan tempat bertelur ikan.
5.  Kehilangan nyawa oleh banjir dan tertimbun longsor
Ancaman erosi secara tidak langsung yaitu kehilangan nyawa oleh banjir dan tertimbun tanah longsor dimana banjir disebabkan oleh salah satunya proses sedimentasi pada daerah hilir sehingga waduk atau lainnya karena sedimentasi mengalami pendangkalan sehingga tidak mampu menampung air hujan sehingga meluap dan menggenangi daerah sekitar.  Begitu juga dengan tanah longsor terjadi karena adanya erosi dibawah permukaan tanah sehingga terjadi bidang lucur untuk tanah diatasnya sehingga dapat menimbun masyarakat yang berada didaerah terjadinya tanah longsor.
6.    Meningkatnya areal banjir dan frekuensi serta lamanya waktu banjir dimusim hujan dan meningkatnya ancaman kekeringan pada musim kemarau.

IV.   Dampak Tidak langsung ditempat kejadian erosi
1.    Berkurangnya alternatif penggunaan lahan
2.    Timbulnya dorongan atau tekanan untuk membuka lahan baru dengan membabat hutan.
3.    Timbulnya keperluan penyediaan dana untuk perbaikan bangunan konservasi yang rusak.

V.     Dampak tidak langsung diluar tempat kejadian erosi
Dampak tidak langsung diluar tempat kejadian erosi ini yaitu kerugian akibat memendeknya umur guna waduk dan saluran irigasi dan tidak berfungsinya badan air lainnya.
            Menurut Troeh dkk (1980) ancaman erosi berupa; kehilangan lapisan tanah, kehilangan nutrisi tanaman, perubahan tekstur tanah, kerusakan struktur tanah, kehilangan produktifita tanah, pengurangan lahan, kerusakan struktur bangunan, polusi air dan sedimentasi.
1.     Kehilangan lapisan tanah; kehancuran yang paling terlihat dari erosi air adalah berpindahnya lapisan permukaan tanah.  Topsoil umumnya dapat terbebas dan lebih permiable dibandingkan material tanah dibawahnya dan ini mengandung bahan organik dan tingkat kesuburan yang baik dibandingkan subsoil.
2.     Kehilangan hara bagi tanaman; Di Amerika Serikat pada awal pergerakan konservasi, terjadi kehilangan nutrisi bagi tanaman yang sangat hebat yang diakibatkan oleh erosi yang tahunan.  Hal ini dikarenakan tercucinya hara yang diserap oleh tanaman sehingga hara tersebut tidak dapat digunakan oleh tanaman.
3.     Perubahan tekstur; erosi air sangat selektif.  Butir tanah yang lebih kasar berpindah dari tempat semula.  Berpindahan selektif ini membuat tanah berpasir menjadi pasir halus.  Tekstur sedang maupun besar tidak dapat berubah karena air memisahkan agregat tidak secara individual partikel tanah. Baik besar maupun kecil agregat tanah biasanya komposisi tekturnya sama.
4.     Kerusakan struktur; erosi air dapat merubah struktur dengan tiga cara, pertama karena lapisan bawah tanah biasanya kurang granular dan porous dibandingkan dibagian permukaan tanah, erosi mengekspos tanah yang permiabilitas rendah dipermukaan. Kedua, hantaman air hujan dapat memisahkan agregat pada permukaan dan memadatkan lapisan dibawahnya. Ketiga sebagai air perkolasi kedalam tanah, ini membawa bahan pemadat partikel ke dalam pori dan mencabut mereka lalu mengurangi permeabilitas tanah dan laju infiltrasi.
5.     Penurunan produktifitas; dengan menurunnya produktifitas topsoil dan ketersediaan nutrisi dan kemunduran struktur dimana dapat menyebabkan pengurangan kapasitas produktifitas tanah karena erosi.
6.     Pengurangan lahan; Para petani dapat melakukan usaha tani jika lahannya normal tapi ketika erosi tebing yang besar terjadi karena usaha tani menggunakan mesin maka usaha tani dapat lebih berkurang lahannya.
7.     Kerusakan struktur bangunan; erosi dapat menyebabkan kerusakan besar bagi bangunan, jalan, jembatan dan lainnya.  Fondasi bangunan dapat digali oleh pencucian dan longsoran dan erosi rayapan.
8.     Polusi air; yang paling besar penyebab polusi dari permukaan air, pada dasar volume adalah sedimen tanah. Pelumpuran sungai dan danau mengurangi fungsinya.  Masalah lainnya pada saat ini keterlibatan zat terkontaminasi yang terbawa kedalam sungai.  Pupuk dan pestisida yang tererosi kedalam sungai juga menjadi polutan yang berbahaya bagi ekosistem sungai.
9.     Sedimentasi; sedimen juga terakumulasi pada lembar sungai, danau dan reservoir dan dapat merubah kondisi ekologi dari lingkungan perairan dan merubah kehidupan tanaman juga hewan.

VI.   Upaya Pencegahan Erosi
            Pada saat menanam sudah sulit untuk dilakukan karena dampak erosi yang terjadi, ada beberapa upaya untuk melindungi permukaan tanah dari erosi air dan angin. Upaya tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tidak terdispersi dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan agar tidka terjadi pengangkutan tanah.
            Berdasarkan upaya konservasi tersebut, ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah yaitu:
  1.  Menutup tanah dengan tumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tumbuhan agar terlindungi dari daya perusak butir-butir hujan yang jatuh.
  2. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya penghancuran agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan dan lebih besar dayanya untuk menyerap air di permukaan tanah.
  3. Mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
Dalam upaya dalam mencegah dan memperbaiki kerusakan lahan dari erosi, terdapat beberapa metoda yang dikenal dengan metoda konservasi tanah dan air yang digolongkan dalam tiga golongan utama yaitu;
1.      Metoda Vegetatif
Metoda vegetatif adalah penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah.
Metoda vegetatif dalam konservasi tanah meliputi:
a.     Penanaman dalam strip
b.    Pengunaan sisa tanaman/tumbuhan
c.    Geotekstil
d.    Strip tumbuhan penyangga
e.    Tanaman penutup tanah
f.     Pergilitan tanaman
g.    Agroforestry
2.         Metoda Mekanik
Metoda mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Fungsi metoda mekanik ini yaitu memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan penyediaan air tanaman.
Metoda mekanik terdiri dari:
a.     Pengolahan tanah (tillage)
b.    Pengolahan tanah menurut kontur
c.    Guludan dan guludan bersaluran menurut kontur
d.    Parit pengelak
e.    Teras
f.     Dam penghambat
g.    Paerbaikan drainase
h.    Irigasi
3.         Metoda Kimia
Metoda kimia dengan menggunakan preparate kimia baik berupa senyawa sintetik maupun berupa bahan alami yang telah diolah dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi.
Beberapa preparate kimia yang dikembangkan sebagai berikut (de Boot, Gabriels dan Van develde, 1973);
a.     Polyvinyl alcohol
b.     Polyanion
c.      Polycation
d.     Dipole Polymer
e.     Emulsi bitume

PUSTAKA
 Arsyad Sitanala, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Edisi pertama. IPB Press. Bogor

_____________, 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua cetakan kedua. IPB Press. Bogor

Elcome David, 1998. Natural Resources. Stanley Thornes. England

Kohnke.H. and Bertrand. A. R., 1959. Soil Conservation. Purdue University. McGraw-Hill book Co., Inc. New york

Mori, Kiyoki., Sosrodarsono, Suyono., Takeda, Kensaku., Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000. Pengendalian kerusakan tanah.

Schwab.G.O., Frevert. R., Edminster. T.W., Barnes. K., 1981. Soil and water conservation engineering. Third ed. John willy and sons.Inc.

Sinukaban. Naik., 1989. Konservasi tanah dan air Pengelolaan didaerah transmigrasi. Jurusan Tanah FAPERTA. IPB. Bogor

_______________, 2007. Soil and Water Conservation in Sustainable Development. Dirjen RLPS. Bogor

Troeh. F., Hobbs. J.A and Donahue. R. L., 1980. Soil and water conservation for Productivity and environmental protection. Prentice-Hall.Inc. USA

Undang-undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2009. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.