PENDAHULUAN
I. Latar
belakang
Menurut UU no. 41/2009
lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi
sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang
mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi
yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Sementara lahan
pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.
Usaha
dalam bidang pertanian digenjot sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan manusia akan pangan dan pakaian sehingga dengan bertambahnya jumlah
penduduk maka sistem pertanian lebih diintensifkan dan diperluas bahkan sampai
pada tanah-tanah yang kurang produktif, lereng-lereng curam dan peka terhadap
erosi. Karena lahan digunakan untuk suatu usaha menuju kesejahteraan manusia,
maka lahan tersebut dapat mengalami kerusakan.
Kerusakan
lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisk dan
atau hayatinya yang mengakibatkan lahan tidak lagi dapat berfungsi secara
optimal dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (PERMEN RI No.4/2001). Dari
pengertian diatas bahwa kerusakan lahan merupakan lahan yang tidak dapat
berfungsi secara optimal sehingga dapat menyebabkan lahan kritis yang dapat
disebabkan oleh faktor perusak lahan.
Banyak faktor
yang dapat merusak lahan, menurut UU No. 41/2009 penyebab kerusakan lahan ialah
makin meningkatnya pertambahan penduduk serta
perkembangan ekonomi dan industri yang mengakibatkan terjadinya degradasi, alih
fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian. Secara garis besar, penyebab kerusakan
lahan disebabkan oleh 2 hal yaitu; 1) Natural hazards, dimana secara instrinsik
lahan mempunyai potensi untuk mengalami kerusakan; 2) Manusia, dalam hal
pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak tepat (Baskoro dkk, 2010). Salah satu bentuk kerusak lahan pertanian
yang disebabkan oleh faktor diatas yaitu erosi. Erosi adalah proses
berpindahnya/terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat
lain (Sinukaban, 1989).
Menurut
Arsyad (1989) kerusakan yang ditimbulkan karena erosi terjadi di dua tempat
yaitu 1) pada tanah tempat erosi terjadi; 2) pada tempat tujuan akhir tanah
yang terangkut tersebut diendapkan.
Oleh
karena dampak erosi dapat sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah
maka erosi ini harus dapat dicegah yang bertujuan untuk mengontrol laju erosi
supaya berada dalam batas yang dapat ditoleransikan dan melestarikan
produktifitas lahan.
II.
Perumusan masalah
Karya
tulis ini memfokuskan tulisan pada proses bagaimana terjadinya erosi sehingga
menyebabkan kerusakan lahan, dampak erosi dan upaya-upaya dalam pencegahan
erosi.
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Kerusakan lahan
Menurut FAO (1977), lahan ialah
suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal seperti
biosfer, atmosfer, tanah, geologi, relief, hidrologi, populasi tumbuhan dan
hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang boleh dibilang
bersifat mantap atau dapat dikirakan bersifat mendaur sejauh hal-hal tersebut
berpengaruh signifikan atas penggunaan lahan pada masa kini dan mendatang.
Selain itu, lahan juga merupakan
suatu wilayah yang berfungsi suatu lingkungan untuk kepentingan manusia dimana
lahan bersifat geografik karena lahan dipandang selaku perpaduan berbagai
bentuk daratan yang membentuk mosaik bentang lahan (Notohadinegoro, 1986).
Kerusakan lahan merujuk kepada
penurunan kapasitas lahan bagi produksi atau penurunan potensi bagi pengelolaan
lingkungan (Pieri, dkk,. 1995).
Menurut Pieri, dkk,. (1995), kerusakan lahan dapat berupa 1) erosi air; 2) erosi
angin; 3) penurunan kesuburan tanah; 4) kehilangan bio-aktifitas tanah; 5)
penggaraman; 6) water logging; 7) penurunan muka air tanah; 8) pencemaran
tanah; 9) deforestation; 10) perusakan hutan; 11) pengrusakan padang
penggembalaan; 12) desertification.
Kerusakan lahan juga dapat terjadi
karena peristiwa alam (gempa, longsoran, perubahan iklim), perbuatan manusia
atau penggabungan peristiwa alam dengan perbuatan manusia (Notohadinegoro,
1986).
II.
Erosi
Pada dasarnya terdapat dua jenis erosi yaitu erosi normal (geologi) dan
erosi yang dipercepat. Erosi geologi
/erosi alami yang merupakan proses
pengangkutan tanah yang terjadi dibawah vegetasi alam. Biasanya ini terjadi pada keadaan lambat yang
memungkinkan terbentuknya tanah yang teal yang mampu mendukung pertumbuhan
vegetasi secara normal. Proses geologi
meliputi terjadinya pembentukan tanah dipermukaan bumi secara alami. Dalam hal ini erosi yang terjadi tidak
melebihi laju pembentukan tanah. Erosi
dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai
akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan
dan pengangkutan tanah oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang
menjadi perhatian konservasi tanah (Arsyad, 2000).
Menurut Syakur (2008) faktor alam
yang mempengaruhi erosi adalah erodibiltas tanah, karakteristik lanscape dan
iklim. 1) Erodibiltas tanah adalah kepekaan/ketahanan tanah terhadap erosi,
dimana erodibilitas ini tergantung pada sifat fisik dan kimia tanah seperti
kadar bahan organik, tekstur, struktur, permebilitas, jenis mineral liat dan
kandungan kation. Namun erodibiltas dapat diperbaiki dengan meningkatkan
agregat tanah, kemiringan dan panjang lereng, serta faktor vegetasi dan
pengelolaan lahan guna mengurangi jumlah aliran permukaan, laju serta jumlah
erosi. 2) Karakteristik lanscape juga dapat mempengaruhi erosi, terutama
topografi dimana kemiringan dan panjang lereng yang paling berpengaruh selain
itu konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. 3) Hujan merupakan faktor iklim yang paling
berpengaruh dalam erosi terutama didaerah dengan ikim basah. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi
hujan mennetukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan
aliran permukaan dan kerusakan erosi (Arsyad, 1989; Sinukaban, 1989).
Erosi merupakan proses yang kompleks
yang ditentukan oleh jumlah, intensitas dan lamanya hujan, jumlah dan kecepatan
aliran permukaan penutup tanah, lereng permukaan dan kondisi pengolahan
tanah. Ellison (1947) dalam Sinukaban (1989) mendeskripsikan
secara umum mekanisme erosi sebagai proses pemecahan dan pengangkutan
bahan-bahan tanah dan memecahkan bongkahan atau agregat tanah. Selanjutnya
dirincikan proses erosi terdiri dari 4 fase yaitu;
- Pemecahan
- Pengangkatan (entrainment)
- Pengangkutan (transportation)
- pengendapan (deposition)
PEMECAHAN MASALAH
I. Proses terjadinya erosi
Air merupakan
penyebab utama erosi tanah pada daerah beriklim tropik basah. Proses erosi air
merupakan kombinasi dua sub proses yaitu 1) penghancuran struktur tanah menjadi
butir-butir primer oleh energi tumbuk butir hujan yang menimpa tanah dan
perendaman oleh air yang tergenang dan pemindahan butir-butir tanah oleh
percikan hujan; 2) penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir
tanah tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah (Arsyad, 1989).
Air
hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi.
Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir diatas permukaan
tanah. Banyaknya air yang mengalir
diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas
hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air. Kekuatan pengrusakan air terhadap tanah akan
semakin besar jika makin curam dan makin panjang lerang permukaan tanah.
Ellison
(1947) dalam Sinukaban (1989)
mendiskripsikan mekanisme erosi sebagai proses pemecahan dan pengangkutan
bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi, dimana terdapat empat fase yaitu;
1)
Pemecahan
Partikel tanah
dapat dipecah dari matriks tanah oleh pukulan jatuh butir hujan atau oleh
kekuatan menggerus aliran permukaan.
Pada permukaan tanah yang tidak dilindungi, pukulan jatuh butir hujan
adalah penyebab utama dalam pemecahan/pelepasan tanah.
2)
Pengangkatan
Partikel tanah
yang sudah terlepas dan terangkat dapat diangkut oleh air yang sedang
bergerak. Dalam erosi percikan partikel
tanah yang telah lepas dipercikan keudara dan jatuh kembali kepermukaan tanah
ditempat lain
3)
Pengangkutan
Kapasitas
mengangkut meningkat karena terkonsentrasi aliran dan adanya turbulensi yang
memiliki energi mengangkut dan menggerus.
Dengan meningkatnya kapasitas mengangkut maka laju erosi pun meningkat
bila partikel tanah berukuran dapat diangkut cukup tersedia.
4)
Pengendapan
Pengendapan
partikel tanah yang terangkat dapat terjadi pada setiap titik sepanjang
lintasan aliran permukaan. Deposisi
(pengendapan) dapat terjadi apabila kapasitas mengakut aliran permukaan
berkurang sampai titik dimana aliran tidak mampu lagi mengangkut seluruh
sedimen yang terbawa.
II. Dampak erosi pada tempat erosi terjadi
Menurut
Arsyad (1989) kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa
kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan
bahan organik serta memburuknya sifat-sifat fisik yang tercermin antara lain
pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Selain
itu dampak erosi pada tempat erosi terjadi sebagai berikut:
1. Kehilangan lapisan atas tanah.
Lapisan
atas tanah (Top soil) yang relatif
kaya unsur hara dan bahan organik dan memiliki sifat fisik yang baik bagi
tempat akar tanaman berjangkar dapat rusak.
Banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi tergantung dari besarnya
erosi dan unsur hara yang terkandung dalam tanah yang tererosi. Banyaknya unsur hara yang tererosi dapat
dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara tanah semula dengan besarnya
tanah tererosi.
2. Meningkatnya penggunaan energi untuk produksi
3. Kemerosotan produktifitas tanah.
Kemerosotan
produktifitas tanah dapat menyebabkan tanah tidak dapat digunakan untuk
produksi tanaman. Hal ini tergantung
pada jenis tanaman dan perubahan sifat tanah berdasarkan kedalaman tanah. Shah (1982) mengelompokan hubungan antara
produktifitas tanah dengan tingkat erosi sebagai berikut;
a)
Kelompok I; yaitu tanah yang kurang peka
terhadap penurunan produktifitas.
Artinya penurunan kualitas sifat fisik dan kimia tanah berdasarkan
kedalaman terjadi secara gradual atau tidak secara drastis.
b)
Kelompok II; yaitu tanah yang peka dalam penurunan
produktifitas. Artinya
penurunan kualitas sifat fisik dan kimia berdasarkan kedalaman terjadi secara
agak cepat atau agak drastis.
c)
Kelompok III; yaitu tanah yang sangat peka
terhadap penurunan produktifitas. Artinya penurunan kualitas sifat fisik dan
kimia berdasarkan kedalaman tanah terjadi dengan cepat ata drastis.
4. Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya.
5. Pemiskinan petani penggarap dan/atau pemilik tanah
Hal
ini berkaitan erat dengan ancaman erosi terhadap sistem usaha tani. Dimana sistem usaha tani dapat
diklasifikasikan berdasarkan kriteria seperti diantaranya intensitas penggunaan
tanah.
III.
Dampak langsung diluar tempat kejadian erosi
1. Pelumpuran atau sedimentasi
Pelumpuran
atau sedimentasi dapat menyebabkan pendangkalan pada waduk, sungai, saluran
irigasi, muara sungai, pelabuhan dan badan air lainnya. Dengan meningkatnya
jumlah aliran permukaan dan mendangkalnya sungai akan mengakibatkan
banjir. Selain itu, eutrofikasi yaitu
proses pengayaan badan air dengan unsur hara yang cepat diikuti oleh
pertumbuhan mikroba dan tumbuhan air.
2. Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan rumah atau bangunan lainnya.
3. Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air.
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah menyebabkan berkurangnya
pengisian kembali air bawah tanah (ground
water). Sehingga dapat menghilangkan mata air. Selain itu, eutrifikasi yang dapat
menumbuhkan mikroba dapat memperburuk kualitas air sehingga dapat meningkatkan
kejadian penyakit yang berkaitan dengan air (tipus, kolera, malaria dan
disentri).
4. Kerusakan ekosistem perairan
Dengan
eutrofikasi, dapat juga menyebabkan menurunnya oksigen yang larut dalam air,
ikan yang tercemar dan mati, perusakan terumbu karang dan tempat bertelur ikan.
5. Kehilangan nyawa oleh banjir dan tertimbun
longsor
Ancaman
erosi secara tidak langsung yaitu kehilangan nyawa oleh banjir dan tertimbun
tanah longsor dimana banjir disebabkan oleh salah satunya proses sedimentasi
pada daerah hilir sehingga waduk atau lainnya karena sedimentasi mengalami pendangkalan
sehingga tidak mampu menampung air hujan sehingga meluap dan menggenangi daerah
sekitar. Begitu juga dengan tanah
longsor terjadi karena adanya erosi dibawah permukaan tanah sehingga terjadi
bidang lucur untuk tanah diatasnya sehingga dapat menimbun masyarakat yang
berada didaerah terjadinya tanah longsor.
6. Meningkatnya areal banjir dan frekuensi serta lamanya waktu banjir dimusim
hujan dan meningkatnya ancaman kekeringan pada musim kemarau.
IV.
Dampak Tidak langsung ditempat kejadian erosi
1. Berkurangnya alternatif penggunaan lahan
2. Timbulnya dorongan atau tekanan untuk membuka lahan baru dengan membabat
hutan.
3. Timbulnya keperluan penyediaan dana untuk perbaikan bangunan konservasi
yang rusak.
V.
Dampak tidak langsung diluar tempat kejadian erosi
Dampak
tidak langsung diluar tempat kejadian erosi ini yaitu kerugian akibat
memendeknya umur guna waduk dan saluran irigasi dan tidak berfungsinya badan
air lainnya.
Menurut Troeh dkk (1980) ancaman erosi berupa; kehilangan lapisan tanah,
kehilangan nutrisi tanaman, perubahan tekstur tanah, kerusakan struktur tanah,
kehilangan produktifita tanah, pengurangan lahan, kerusakan struktur bangunan,
polusi air dan sedimentasi.
1. Kehilangan lapisan tanah; kehancuran yang paling terlihat dari erosi air
adalah berpindahnya lapisan permukaan tanah.
Topsoil umumnya dapat terbebas dan lebih permiable dibandingkan material
tanah dibawahnya dan ini mengandung bahan organik dan tingkat kesuburan yang
baik dibandingkan subsoil.
2. Kehilangan hara bagi tanaman; Di Amerika Serikat pada awal pergerakan
konservasi, terjadi kehilangan nutrisi bagi tanaman yang sangat hebat yang
diakibatkan oleh erosi yang tahunan. Hal
ini dikarenakan tercucinya hara yang diserap oleh tanaman sehingga hara
tersebut tidak dapat digunakan oleh tanaman.
3. Perubahan tekstur; erosi air sangat selektif. Butir tanah yang lebih kasar berpindah dari
tempat semula. Berpindahan selektif ini
membuat tanah berpasir menjadi pasir halus.
Tekstur sedang maupun besar tidak dapat berubah karena air memisahkan
agregat tidak secara individual partikel tanah. Baik besar maupun kecil agregat
tanah biasanya komposisi tekturnya sama.
4. Kerusakan struktur; erosi air dapat merubah struktur dengan tiga cara,
pertama karena lapisan bawah tanah biasanya kurang granular dan porous dibandingkan
dibagian permukaan tanah, erosi mengekspos tanah yang permiabilitas rendah
dipermukaan. Kedua, hantaman air hujan dapat memisahkan agregat pada permukaan
dan memadatkan lapisan dibawahnya. Ketiga sebagai air perkolasi kedalam tanah,
ini membawa bahan pemadat partikel ke dalam pori dan mencabut mereka lalu
mengurangi permeabilitas tanah dan laju infiltrasi.
5. Penurunan produktifitas; dengan menurunnya produktifitas topsoil dan
ketersediaan nutrisi dan kemunduran struktur dimana dapat menyebabkan pengurangan
kapasitas produktifitas tanah karena erosi.
6. Pengurangan lahan; Para petani dapat melakukan usaha tani jika lahannya
normal tapi ketika erosi tebing yang besar terjadi karena usaha tani
menggunakan mesin maka usaha tani dapat lebih berkurang lahannya.
7. Kerusakan struktur bangunan; erosi dapat menyebabkan kerusakan besar bagi
bangunan, jalan, jembatan dan lainnya.
Fondasi bangunan dapat digali oleh pencucian dan longsoran dan erosi
rayapan.
8. Polusi air; yang paling besar penyebab polusi dari permukaan air, pada
dasar volume adalah sedimen tanah. Pelumpuran sungai dan danau mengurangi
fungsinya. Masalah lainnya pada saat ini
keterlibatan zat terkontaminasi yang terbawa kedalam sungai. Pupuk dan pestisida yang tererosi kedalam
sungai juga menjadi polutan yang berbahaya bagi ekosistem sungai.
9. Sedimentasi; sedimen juga terakumulasi pada lembar sungai, danau dan
reservoir dan dapat merubah kondisi ekologi dari lingkungan perairan dan
merubah kehidupan tanaman juga hewan.
VI. Upaya Pencegahan Erosi
Pada saat menanam sudah sulit untuk dilakukan karena dampak erosi yang
terjadi, ada beberapa upaya untuk melindungi permukaan tanah dari erosi air dan
angin. Upaya tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tidak terdispersi dan
mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan agar tidka terjadi
pengangkutan tanah.
Berdasarkan upaya konservasi
tersebut, ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah yaitu:
- Menutup tanah dengan tumbuhan dan tanaman
atau sisa-sisa tumbuhan agar terlindungi dari daya perusak butir-butir
hujan yang jatuh.
- Memperbaiki
dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya penghancuran agregat
oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan dan
lebih besar dayanya untuk menyerap air di permukaan tanah.
- Mengatur
aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan
memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
Dalam
upaya dalam mencegah dan memperbaiki kerusakan lahan dari erosi, terdapat
beberapa metoda yang dikenal dengan metoda konservasi tanah dan air yang
digolongkan dalam tiga golongan utama yaitu;
1. Metoda Vegetatif
Metoda
vegetatif adalah penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman atau
sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi
erosi tanah.
Metoda vegetatif
dalam konservasi tanah meliputi:
a.
Penanaman dalam strip
b.
Pengunaan
sisa tanaman/tumbuhan
c.
Geotekstil
d.
Strip
tumbuhan penyangga
e.
Tanaman
penutup tanah
f. Pergilitan tanaman
g.
Agroforestry
2.
Metoda Mekanik
Metoda
mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan
pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan
kemampuan penggunaan tanah. Fungsi metoda mekanik ini yaitu memperlambat aliran
permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang
tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air kedalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah dan penyediaan air tanaman.
Metoda
mekanik terdiri dari:
a. Pengolahan tanah (tillage)
b. Pengolahan tanah menurut kontur
c. Guludan dan guludan bersaluran menurut kontur
d. Parit pengelak
e. Teras
f. Dam penghambat
g. Paerbaikan drainase
h. Irigasi
3.
Metoda Kimia
Metoda kimia
dengan menggunakan preparate kimia baik berupa senyawa sintetik maupun berupa
bahan alami yang telah diolah dalam jumlah yang relatif sedikit untuk
meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi.
Beberapa preparate kimia yang
dikembangkan sebagai berikut (de Boot, Gabriels dan Van develde, 1973);
a.
Polyvinyl alcohol
b.
Polyanion
c.
Polycation
d.
Dipole Polymer
e.
Emulsi bitume
PUSTAKA
Arsyad Sitanala, 1989. Konservasi Tanah dan
Air. Edisi pertama. IPB Press. Bogor
_____________, 2010. Konservasi Tanah dan
Air. Edisi kedua cetakan kedua. IPB Press. Bogor
Elcome
David, 1998. Natural Resources. Stanley
Thornes. England
Kohnke.H. and Bertrand. A. R., 1959.
Soil Conservation. Purdue
University. McGraw-Hill
book Co., Inc. New york
Mori, Kiyoki., Sosrodarsono, Suyono.,
Takeda, Kensaku., Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta
Peraturan Pemerintah
No. 150 tahun 2000. Pengendalian kerusakan tanah.
Schwab.G.O., Frevert. R., Edminster. T.W., Barnes. K., 1981. Soil and
water conservation engineering. Third ed. John willy and sons.Inc.
Sinukaban. Naik., 1989. Konservasi tanah
dan air Pengelolaan didaerah transmigrasi. Jurusan Tanah FAPERTA. IPB. Bogor
_______________, 2007. Soil and Water
Conservation in Sustainable Development. Dirjen RLPS. Bogor
Troeh. F., Hobbs. J.A
and Donahue. R. L., 1980. Soil and water conservation for Productivity and
environmental protection. Prentice-Hall.Inc.
USA
Undang-undang Republik Indonesia No. 41
tahun 2009. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.